PENGGUNAAN
TEKNIK PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN MATERI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
KARYA TULIS
Disampaikan
pada Lomba Kreasi Model Pembelajaran PAI Tingkat Nasional
Tahun 2008
Bagi Guru PAI pada Sekolah Umum (SD, SMP& SMA / SMK) Direktorat Pendidikan
Agama Islam pada Sekolah
Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam
Departemen Agama RI
Hotel Le Dian
Banten, 12 s.d. 16 Agustus 2008
Oleh :
AHMAD FAOZAN,
S.Ag
(Guru PAI pada SDN Kebulen III Jatibarang
Indramayu Jawa Barat)
1.
Pendahuluan
Pada
dasarnya, semua anak memiliki potensi kecardasan yang luar biasa. Orang tua dan
guru hanya perlu menyediakan lingkungan yang benar untuk membebaskan seluruh
potensi kecerdasannya. Di dalam pendidikan anak, orang tua dan guru bukanlah
pengajar. Orang tua dan guru diharapkan memberikan stimulasi pada anak,
sehingga terjadi proses pembelajaran yang berpusat pada anak.
Stimulasi
dapat diberikan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk menjadi kreatif. Biarkan anak
dengan bebas melakukan, memegang, menggambar, membentuk, ataupun membuat dengan
caranya sendiri dan menguraikan pengalamannya sendiri. Bebaskan daya kreatif
anak dengan membiarkan anak menuangkan imajinasinya. Ketika anak mengembangkan
keterampilan kreatif, maka anak tersebut juga dapat menghasilkan ide-ide yang
inovatif dan jalan keluar dalam menyelesaikan masalah serta meningkatkan
kemampuan dalam mengingat sesuatu. Suatu cara yang mampu menyalakan
percikan-percikan kreativitas anak adalah dengan membebaskan anak menuangkan
pikirannya.
Menurut
para ahli, otak manusia terdiri dari 2 belahan, kiri (left hemisphere)
dan kanan (right hemisphere) yang disambung oleh segumpal serabut yang
disebut corpuss
callosum. Belahan otak kiri terutama berfungsi untuk
berpikir rasional, analitis, berurutan, linier, saintifik seperti membaca,
bahasa dan berhitung. Sedangkan belahan otak kanan berfungsi untuk
mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Kedua belahan otak tersebut memiliki
fungsi, tugas, dan respons berbeda dan harus tumbuh dalam keseimbangan.[1]
Mengetahui cara mengorganisasi
informasi, baik dalam pembelajaran, presentasi, atau dalam forum-forum lain
adalah keterampilan yang berharga. Ada orang yang teratur
secara alamiah; namun kebanyakan tidak. Kemampuan mengorganisasi bergantung
pada usia dan gaya
belajar seseorang (apakah visual, auditorial, atau kinestetik).[2]
Dalam proses menuangkan pikiran, manusia
berusaha mengatur segala fakta dan hasil pemikiran dengan cara sedemikian rupa
sehingga cara kerja alami otak dilibatkan dari awal, dengan harapan bahwa akan
lebih mudah mengingat dan menarik kembali informasi di kemudian hari.
Sebagai seorang pendidik, salah satu hal terbaik yang
dapat dilakukan untuk siswa adalah memberikan kepada mereka alat mengorganisasi
informasi. Sayangnya,
sistem pendidikan sekarang memiliki kecenderungan untuk memilih
keterampilan-keterampilan “otak kiri” yaitu matematika, bahasa, dan ilmu
pengetahuan dari pada seni, musik, dan pengajaran keterampilan berpikir,
terutama keterampilan berpikir secara kreatif.
Sebenarnya,
anak-anak dapat menuangkan pikiran dengan caranya masing-masing. Proses
menuangkan pikiran menjadi tidak beraturan atau malah tersendat ketika
anak-anak terjebak dalam model menuangkan pikiran yang kurang efektif sehingga
kreativitas tidak muncul. Model dikte dan mencatat semua yang didiktekan
pendidik, mendengar ceramah dan mengingat isinya, menghafal kata-kata penting
dan artinya terjadi dalam proses belajar dan mengajar di sekolah atau di mana
saja menjadi kurang efektif ketika tidak didukung oleh kreativitas pendidik
atau anak itu sendiri. Masalah-masalah lain muncul ketika anak berusaha
mengingat kembali apa yang sudah didapatkan, dipelajari, direkam, dicatat atau
yang dahulu pernah diingat. Beberapa anak mengalami kesulitan berkonsentrasi,
atau ketika mengerjakan tugas. Ini terjadi dikarenakan catatan ataupun
ingatannya belum teratur. Untuk itu dibutuhkan suatu alat untuk membantu otak
berpikir secara teratur.
Sistem berpikir secara
teratur sebenarnya sudah mulai dikembangkan para ahli Yunani. Sistem ingatan
yang dikembangkan oleh orang-orang Yunani yang memungkinkan mereka untuk
mengingat kembali ratusan dan ribuan fakta dengan sempurna. Sistem ingatan dari
Yunani ini berdasarkan imajinasi dan asosiasi. Berdasarkan kekuatan imajinasi
dan asosiasi ini, Toni Buzan (1970) menemukan suatu alat berpikir yang
berdasarkan cara kerja alamiah otak, alat yang sederhana, yang benar-benar
mencerminkan kreativitas dan kecemerlangan alamiah dalam proses berpikir, yaitu
dengan peta pikiran (mind map®).[3]
Peta pikiran adalah cara
termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke
luar dari otak, yang merupakan cara mencatat yang kreatif dan efektif. Peta
pikiran merupakan alat yang membantu otak berpikir secara teratur. Semua peta
pikiran mempunyai kesamaan. Semuanya menggunakan warna. Semuanya memiliki
struktur alami yang memancar dari pusat. Semuanya menggunakan garis lengkung,
simbol, kata dan gambar yang sesuai dengan satu rangkaian yang sederhana,
mendasar, alami, dan sesuai dengan cara kerja otak. Secara harfiah peta pikiran
akan “memetakan” pikiran-pikiran.
Konsep
ini didasarkan pada cara kerja otak kita menyimpan informasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel
saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang
berbercabang-cabang yang apabila dilihat sekilas akan tampak seperti
cabang-cabang pohon. Dari fakta tersebut maka disimpulkan apabila kita juga
menyimpan informasi seperti cara kerja otak, maka akan semakin baik informasi
tersimpan dalam otak dan hasil akhirnya tentu saja proses belajar akan semakin
mudah.
Peta
pikiran memberikan banyak manfaat. Peta pikiran, memberi pandangan menyeluruh
pokok masalah atau area yang luas, memungkinkan seseorang merencanakan rute
atau membuat pilihan-pilihan dan mengetahui ke mana akan pergi dan di mana kita
berada. Keuntungan lain yaitu mengumpulkan sejumlah besar data di suatu tempat,
mendorong pemecahan masalah dengan membiarkan kita melihat jalan-jalan
terobosan kreatif baru, merupakan sesuatu yang menyenangkan untuk dipandang,
dibaca, direnungkan dan diingat.
Untuk
anak-anak, peta pikiran memiliki manfaat, yaitu : membantu dalam mengingat,
mendapatkan ide, menghemat waktu, berkonsentrasi, mendapatkan nilai yang lebih
bagus, mengatur pikiran dan hobi, media bermain, bersenang-senang dalam
menuangkan imajinasi yang tentunya memunculkan kreativitas.
Berdasarkan penelitian
tindakan kelas (class action research) yang penulis lakukan pada 30 siswa
kelas V SDN Kebulen III Jatibarang Indramayu Tahun Pelajaran 2007/2008, dapat
diperoleh kesimpulan bahwa berdasarkan hasil belajar, siswa yang mendapat nilai
baik (71-85) dan baik sekali (86-100) pada pre test sebanyak 10 % meningkat
secara signifikan menjadi 73.33% setelah dilakukan tiga kali tindakan
pembelajaran (sampai siklus III)
menggunakan teknik peta pikiran. Dan berdasarkan catatan jurnal harian
siswa, 97 % siswa merespon positif pembelajaran dengan menggunakan teknik peta
pikiran.
2. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan
adalah model pembelajaran dengan menggunakan teknik peta pikiran (mind
mapping) untuk meningkatkan penguasaan materi pembelajaran PAI.
Apa dan bagaimana model pembelajaran dengan
menggunakan teknik peta pikiran itu?
a.
Urgensi
Menuangkan Pikiran dalam Pembelajaran
Mencatat
yang efektif adalah salah satu kemampuan terpenting yang pernah dipelajari
seseorang. Bagi pelajar, hal ini seringkali berarti perbedaan antara
mendapatkan nilai tinggi atau rendah pada saat ulangan. Bagi orang-orang
bisnis, itu berarti selalu dapat mengikuti tugas-tugas dan proyek-proyek
penting dn tidak tersesat dalam lautan kertas yang berserakan.
Menurut De Porter
(1999), mencatat dapat meningkatkan daya ingat.[4]
Pikiran manusia yang menakjubkan dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat,
didengar dan dirasakan seseorang. Memori manusia sangat sempurna. Tujuan
mencatat bukan untuk membantu pikiran untuk mengingat karena memori
melakukannya secara otomatis. Tetapi membantu seseorang untuk mengingat apa
yang tersimpan dalam memori seseorang.
Hal ini sesuai dengan
pepatah Arab yang menyatakan bahwa “ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan tali
pengikatnya adalah tulisan. Ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat”.
Sebagian besar orang
dapat mengingat dengan baik ketika menuliskannya. Tanpa mencatat dan
mengulanginya, seseorang hanya mampu mengingat sebagian kecil materi yang
dibaca atau didengar.Pencatatan yang efektif dapat menghemat waktu dengan
membantu seseorang menyimpan informasi secara mdah dan mengingatnya kembali
jika diperlukan.
De Porter (1999) lebih
lanjut menyatakan bahwa : “bila anda ingin mengingat sesuatu –jika anda harus
mengingatnya— tulislah!”. Karena menurutnya catatan mental (ingatan) tidak
bekerja karena otak terfokus pada apapun yang beraing untuk menarik
perhatiannya pada saat-saat tertentu. Dan bahkan ketika kita mampu mengingat
“catatan mental”, sering kali itu muncul dalam keadaan samar dan sembarangan
seperti saat kita menyimpannya pertama kali.
b.
Teknik-teknik Mencatat
Sebagian
besar kita pernah diajarkan untuk membuat catatan dengan menggunakan format outline. Secara
tradisional catatan atau ringkasan dibuat dalam bentuk outline yang hanya berupa poin-poin penting dan beberapa
penjelasannya. Catatan dengan bentuk outline
tradisional ini biasanya dibuat berdasarkan pentingnya suatu topik atau
poin dan diuraikan dengan poin-poin yang lebih kecil. Pola outline ini umumnya berbentuk seperti contoh berikut:
A- ……………….
1. ………………
2. ………………
3. ………………
B- ……………….
1. ……………..
2. ……………..
3. ……………..
C- ……………….
1. ……………..
2. ……………..
3. ……………..
Catatan dengan bentuk outline
seperti di atas dapat memakan tempat beberapa halaman sehingga kalau
seseorang sedang membaca halaman dua misalnya, otomatis tidak bisa membaca
catatan pada halaman satu, ini menjadi salah satu kelemahan dari catatan dalam
bentuk outline. Di samping itu
catatan dengan bentuk ini tidak mudah diingat, karena pada umumnya otak tidak
dapat mengingat uraian-uraian dalam bentuk tulisan yang panjang.[5]
Umumnya
siswa membuat catatan tradisional dalam bentuk tulisan linier panjang yang
mencakup seluruh isi materi pelajaran, sehingga catatan terlihat sangat monoton
dan membosankan dalam format outline di atas. Umumnya catatan monoton akan
menghilangkan topik-topik utama yang penting dari materi pelajaran.
Otak
tidak dapat langsung mengolah informasi menjadi bentuk rapi dan teratur
melainkan harus mencari, memilih, merumuskan dan merangkainya dalam gambar-gambar,
simbol-simbol, suara, citra, bunyi dan perasaan sehingga informasi yang
keluar satu persatu dihubungkan oleh logika, diatur oleh bahasa dan
menghasilkan arti yang dipahami. Teknik mencatat efektif yang disarankan De Porter
(1999) dapat terbagi menjadi dua bagian. Pertama catat, tulis, susun (CTS),
yaitu teknik mencatat yang mampu mensinergiskan kerja otak kiri dengan otak
kanan, sehingga konsentrasi belajar dapat meningkat sepuluh kali lipat. Catat,
tulis, susun, menghubungkan apa yang didengarkan menjadi poin-poin utama dan
menuliskan pemikiran dan kesan dari materi pelajaran yang telah dipelajari.[6]
Teknik
mencatat kedua, pemetaan pikiran (mind mapping), yaitu cara yang paling
mudah untuk memasuk informasi kedalam otak dan untuk kembali mengambil informasi
dari dalam otak. Peta pemikiran, menurut Tonny dan Bary Buzan (2004) merupakan teknik yang paling baik dalam
membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis
yang berasal dari pemikiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan
kunci-kunci universal sehingga membuka potensi otak.[7]
c.
Pengertian
Peta Pikiran (Mind Mapping)
Peta pikiran adalah sebuah teknik
pemanfaatan keseluruhan otak dalam membuat catatan yang menyeluruh pada satu
halaman dengan menggunakan citra visual dan perangkat grafis lainnya untuk membentuk kesan yang lebih dalam.[8]
Teknik
pencatatan ini dikembangkan oleh Tony Buzan pada tahun 1970-an berdasarkan
riset tentang cara kerja otak. Otak seringkali mengingat informasi dalam bentuk
gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk, dan perasaan. Peta pikiran menggunakan
pengingat-pengingat visual dan sensorik ini dalam suatu pola dari ide-ide yang
berkaitan seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan
dan merencanakan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu
ingatan yang mudah. Ini jauh lebih mudah daripada metode pencatatan tradisional
karena mengaktifkan kedua belahan otak. Cara ini juga menenangkan,
menyenangkan, dan kreatif.[9]
d. Kiat-kiat Membuat Peta Pikiran
De
Porter (1999) menyarankan untuk menggunakan pulpen berwarna dalam pembuatan
peta pikiran. Kiat-kiat membuat peta pikiran menurut De Porter ialah:
a) Tulis gagasan utama di tengah-tengah kertas dan lingkupi dengan
lingkaran, persegi, atau bentuk lain.
b) Tambahkan sebuah cabang dari pusatnya untuk tiap-tiap poin kunci dan
gunakan pulpen warna-warni.
c) Tulislah kata kunci pada tiap-tiap cabang, kembangkan untuk menambahkan
detail-detail.
d) Tambahkan simbol dan ilustrasi.
e) Gunakan huruf KAPITAL
f) Tulislah gagasan-gagasan penting dengan huruf-huruf lebih besar
g) Hidupkanlah peta pikiran dengan hal-hal yang berhubungan dengan
pembuatnya.
h) Bersikaplah kreatif dan berani.
i)
Gunakan bentuk-bentuk acak untuk
menunjukkan poin-poin atau gagasan-gagasan.
j)
Buatlah peta pikiran secara
horizontal untuk memperbesar ruang untuk penambahan gagasan.[10]
e.
Perbedaan
Catatan Biasa dengan Peta Pikiran
Perbedaan
catatan biasa dengan Mind Mapping menurut Iwan Sugiarto (2004) dalam
Rostikawati adalah :[11]
CATATAN
BIASA
|
MIND
MAPPING
|
1. hanya berupa tulisan saja
2. hanya dalam satu warna
3. memerlukan waktu yang lama untuk merivew
4. waktu yang diperlukan untuk belajar lebih lama
5. statis
|
1. berupa tulisan, simbol dan gambar
2. berwarna-warni
3. waktu singkat untuk merivew
4. waktu yang duperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif
5. membuat individu lebih kreatif
|
f.
Penerapan
Teknik Peta Pikiran
Menurut
Joyce Wycoff, beberapacara penerapan teknik peta pikiran, antara lain dalam:
1) Mengefektifkan pemahaman materi belajar
2) Membuat presentasi yang menarik dan colourfull
3) Memilih tema yang terfokus dalam menulis
4) Menulis laporan bisnis yang merebut perhatian pembacanya
5) Memerinci secara efektif agenda pribadi, seperti jadwal harian, daftar
telepon, dan sebagainya.[12]
g. Manfaat Peta Pikiran
Beberapa
manfaat peta pikiran, menurut De Porter (1999) adalah:
1) Fleksibel
2) Dapat memusatkan perhatian
3) Meningkatkan pemahaman
4) Dan menyenangkan.[13]
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam model
pembelajaran ini sebagai berikut:
a. Standar Kompetensi :
Fiqih
10. Mengenal puasa wajib
b. Kompetensi Dasar :
Menyebutkan ketentuan-ketentuan
puasa Ramadhan
Menyebutkan hikmah puasa
4. Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar di atas, maka tujuan pembelajaran dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a.
Tujuan Pembelajaran Umum
1)
Siswa mampu menyebutkan
ketentuan-ketentuan puasa Ramadhan
2)
Siswa mampu menyebutkan hikmah
puasa
b.
Tujuan Pembelajaran Khusus
1)
Siswa dapat menjelaskan
pengertian puasa
2)
Siswa dapat menyebutkan
macam-macam puasa
3)
Siswa dapat menyebutkan syarat
wajib puasa
4)
Siswa dapat menyebutkan syarat
sah puasa
5)
Siswa dapat menyebutkan rukun
puasa
6)
Siswa dapat menyebutkan niat
puasa Ramadhan
7)
Siswa dapat menyebutkan sunnah
puasa
8)
Siswa dapat menyebutkan hal-hal
yang dapat membatalkan puasa
9)
Siswa dapat menyebutkan hikmah
puasa
10)
Siswa dapat berempati terhadap
orang-orang yang membutuhkan
11)
Siswa dapat membiasakan diri
berpuasa
12)
Siswa dapat memvisualisasikan
ketentuan puasa dengan teknik peta pikiran
6. Metode Pembelajaran
Agar kompetensi yang diharapkan dapat
terwujud, maka diperlukan metode yang tepat. Metode yang menonjol dalam pembelajaran di atas
adalah metode brainstorming, pemodelan dan diskusi. Untuk mendukung
pembelajaran, maka diperlukan teknik peta pikiran dalam catatan siswa.
a.
Brainstorming merupakan kegiatan
untuk menemukan inti materi dan pendalamannya dengan melibatkan anak secara
aktif.
b.
Pemodelan (modelling).
Metode ini mengupayakan adanya contoh, model, peragaan atau demonstrasi yang
memudahkan siswa memahami konsep pembelajaran.
c.
Tanya jawab antar siswa, atau
antara guru dan siswa
d.
Teknik peta pikiran digunakan
sebagai teknik mencatat siswa
7. Media Pembelajaran yang Digunakan
Media
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah:
a.
Gambar mesin
b.
Gambar sistem pencernaan makanan
c.
Gambar kehidupan orang-orang
yang terpinggirkan
d.
Kertas (karton) putih dan spidol
(pulpen) warna warni
e.
Buah (dengan warna yang mudah
dikenali, misalnya jeruk, apel, dll)
8. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan I
1.
Kegiatan Awal
1. Appersepsi : Guru
mengingatkan materi Rukun islam
2. Motivasi : Siswa
diingatkan tentang pentingnya materi ini untuk materi selanjutnya dan
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dengan menyampaikan kompetensi dasar
yang hendak dicapai
3. Pre Test : Guru
mengajukan pertanyaan untuk mengetahui
pengetahuan awal tentang materi yang akan dipelajari
2.
Kegiatan Inti
1.
Guru dan siswa melakukan tanya jawab tentang model catatan
dan format buku yang sering dibaca
2.
Guru menjelaskan kiat-kiat membuat catatan dengan teknik
peta pikiran
3.
Guru menyiapkan gambar mesin dan sistem pencernaan makanan
4.
Guru bertanya pada siswa “ Bagaimana bila mesin selalu
digunakan tiada henti?”
5.
Siswa menjawab pertanyaan
6.
Guru mengajukan pertanyaan “Bagaimana dengan sistem
pencernaan kita bila digunakan terus menerus?”
7.
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru
8.
Setelah siswa memahami hakikat puasa, guru meminta siswa
menceritakan pengalaman puasa ramadan tahun lalu
9.
Guru menjelaskan materi pembe;lajaran dengan menggunakan
teknik peta pikiran
10.
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru
11.
Siswa mencatat hasil pembelajaran dengan menggunakan teknik
peta pikiran
3.
Kegiatan Akhir
1. Siswa menyimpulkan
materi pembelajaran dengan bimbingan guru
2. Post Test
Pertemuan ke II
a.
Kegiatan Awal
1. Appersepsi : Guru
mengingatkan materi Puasa ,minggu lalu
2. Motivasi : Siswa
diingatkan tentang pentingnya materi ini untuk materi selanjutnya dan
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dengan menyampaikan kompetensi dasar
yang hendak dicapai
3. Pre Test : Guru
mengajukan pertanyaan untuk mengetahui
pengetahuan awal tentang materi yang akan dipelajari
b. Kegiatan Inti
1.
Guru menjelaskan kembali kiat-kiat membuat catatan dengan
teknik peta pikiran
2.
Guru mengajukan pertanyaan “Sahkah anak-anak berpuasa?”
3.
Siswa menjawab pertanyaan guru
4.
Guru mengajukan pertanyaan lagi “Wajibkah anak-anak
berpuasa?’
5.
Guru meminta siswa menceritakan pengalaman puasa ramadan
tahun lalu
6.
Guru menjelaskan materi pembe;lajaran dengan menggunakan
teknik peta pikiran
7.
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru
8.
Siswa mencatat hasil pembelajaran dengan menggunakan teknik
peta pikiran
9.
Guru menugaskan siswa secara berkelompok untuk mencari
gambar-gambar penduduk yang kekurangan makan dari koran, majalah, dll
c.
Kegiatan Akhir
1. Siswa menyimpulkan
materi pembelajaran dengan bimbingan guru
2. Post Test
Pertemuan
ke III
a.
Kegiatan Awal
1. Appersepsi : Guru
mengingatkan materi Puasa ,minggu lalu
2. Motivasi : Siswa
diingatkan tentang pentingnya materi ini untuk materi selanjutnya dan
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dengan menyampaikan kompetensi dasar
yang hendak dicapai
3. Pre Test : Guru
mengajukan pertanyaan untuk mengetahui
pengetahuan awal tentang materi yang akan dipelajari
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan
kembali kiat-kiat membuat catatan dengan teknik peta pikiran
2. Siswa mengumpulkan
tugas gambar-gambar orang yang kekurangan makanan dari koran, majalah dll
3. Guru mengajukan
pertanyaan “Bagaimana bila kita seperti mereka?”
4. Guru meminta siswa
menceritakan pengalaman puasa ramadan tahun lalu
5. Guru menjelaskan
materi pembe;lajaran dengan menggunakan teknik peta pikiran
6. Siswa melakukan
tanya jawab dengan guru
7. Siswa mencatat
hasil pembelajaran dengan menggunakan teknik peta pikiran
c.
Kegiatan Akhir
1. Siswa menyimpulkan
materi pembelajaran dengan bimbingan guru
2. Post Test
9. Teknik Evaluasi
Teknik
Penilaian : Test dan Non test
Bentuk
instrumen : Tes tulis (terlampir pada
evaluasi belajar) dan portofolio (kliping koran)
10. Lampiran
a.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
b.
Foto Kegiatan pembelajaran
c.
Foto alat peraga
d.
Evaluasi belajar dan Hasil
Belajar PAI Peserta Didik
e.
Laporan Penelitian Tindakan
Kelas
f.
Biodata penulis
[1]Wiranti Rahayu, Meningkatkan Kreatifitas Anak Usia Dini Melalui Peta
Pikiran, diakses dari www.google.co.id, 13 April 2008
[2]DePorter, Bobbi, et. al., 2000, Quantum Teaching,
Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas, Bandung: Penerbit Kaifa, h. 175
[3]Bobbi DePorter, dan Mike Hernacki, 1999, Quantum Learning,
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Penerbit Kaifa, h. 152
[4] Bobbi
DePorter, dan Mike Hernacki, 1999, ibid, h. 146
[5]Tim Mencatat_Efektif, 2008 Mencatat Efektif, diakses dari www.google.co.id,
13 April 2008
[6] Bobbi
DePorter, dan Mike Hernacki, 1999, op.cit, h. 160
[7]Rostikawati, R. Teti, 2008, Mind Mapping dalam Metode Quantum
Learning pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa, diakses dari www.google.co.id, 13 April 2008
[8] Bobbi
DePorter, dan Mike Hernacki, 1999, op.cit, h. 152
[10] Bobbi DePorter,
dan Mike Hernacki, 1999, op..cit. h. 157
[11] Rostikawati, R. Teti, 2008, Mind Mapping dalam Metode Quantum
Learning pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar dan Kreatifitas Siswa, diakses dari www.google.co.id, 13 April 2008
[12] Tim Mizan.com, 2008, Menjadi
Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan Pikiran, diakses dari www.mizan.com,
13 April 2008
[13]
Bobbi DePorter, dan Mike Hernacki, 1999, op..cit. h. 172
bagus.....sya coba uji coba di tmpat ku ngehonor..n makasih
BalasHapus