NASIHAT PETANI
PADA SI BIJAK
Alkisah, seorang
petani bermaksud menjual sekarung gandum ke pasar. Ketika satu karung gandum
itu dimuatkan di atas punggung untanya, karung itu selalu terjatuh. Setelah
berpikir keras, ia mengisi satu karung lagi dengan pasir. Ia merasa bahagia
karena sudah menemukan pemecahan yang menakjubkan. Dalam keadaan setimbang,
kedua karung itu bertengger di samping untanya.
Di pertengahan jalan,
ia berjumpa dengan seorang yang tampaknya miskin. Tubuhnya kurus, pakaiannya
lusuh dan tidak bersepatu. Ketika duduk bersama, beristirahat, petani
mendapatkan bahwa kawan yang miskin itu ternyata sangat bijak. Ia mengetahui
banyak hal. Ia mengenal tokoh-tokoh besar, kota-kota besar dan gagasan-gagasan
besar. Tidak henti-hentinya petani itu takjub dengan kepintarannya. Ia
menanyakan apa yang dibawa dalam untanya. Ia menjawab bahwa satu karung berisi
gandum dan satu lagi pasir. “orang bijak” itu tertawa. “mengapa tidak anda bagi
dua gandum itu dan menyimpannya dalam dua karung; masing-masing setengahnya?”
Petani makin kagum.
Ia tidak pernah sampai pada pikiran secemerlang itu.
Tiba-tiba ia
menyadari keadaan si bijak. Ia menanyakan apakah ia punya pekerjaan. “Saya
tidak punya sepatu, rumah, atau pekerjaan. Bahkan untuk makan malam pun saya
tidak tahu apakah saya bisa memperolehnya”.
“Lalu apa yang anda
peroleh dari semua kecerdasan dan ilmu pengetahuan anda?” Tanya petani. “saya
hanya mendapat sakit kepala dan khayalan hampa”, jawab si pintar. Petani itu
melepaskan tali untanya. Ia beranjak pergi ; berpindah kepadaku. Aku bodoh
karena mengisi sekarung lagi dengan pasir; tetapi ketololanku telah memberikan
kehidupan kepadaku”.
Petani itu menasihati sang bijak:
Jika kau ingin
derita
Benar-benar hilang
dari hidupmu
Berjuanglah untuk
melepaskan
“kebijakan” dari
kepalamu
Kebijakan yang
lahir dari tabiat insani
Tak menarik kamu
lebih dari khayalan
Karena kebijakan
itu tidak mendapat berkat
Yang mengalir dari
cahaya kemuliaan-Nya
Pengetahuanmu
tentang dunia
Hanya memberikan
dugaan dan keraguan
Pengetahuan
tentang Dia
Kebijakan ruhani
sejati
Membuatmu naik ke
atas dunia ini
Para ilmuwan masa
kini telah menghempaskan
Semua pengorbanan
diri dan kerendahan hati
Mereka sembunyikan
hati
Dalam kecerdikan
dan permainan bahasa
Raja sejati adalah
dia
Yang menguasai
pikirannya
Bukan dia yang
pikirannya
Menguasai dunia
dan dirinya
(Jalaluddin Rumi, Matsnawi,
dalam Jalaluddin
Rahmat, Catatan Kang Jalal, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar