PENGGUNAAN
METODE SMART GAME DAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN
NAMA-NAMA DAN TUGAS-TUGAS MALAIKAT ALLAH
Karya
Tulis
Disampaikan
pada Lomba Nasional Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pada
Sekolah Tahun 2009 (untuk Sekolah Dasar)
Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI
Gedung
Bayt Al Quran TMII Jakarta, Agustus 2009
Oleh
:
AHMAD
FAOZAN, S.Ag
Guru PAI dpk pada SD Negeri Kebulen III Jatibarang
Indramayu Jawa Barat
& Peraih Juara
III Lomba Nasional Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada
Sekolah Tahun 2009 (untuk Sekolah Dasar) Badan Litbang dan Diklat Departemen
Agama RI
1. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
Standar
Kompetensi : 7.
Mengenal Malaikat dan Tugasnya
Kompetensi
Dasar : 7.2. Menyebutkan nama-nama malaikat
7.3.
Menyebutkan tugas-tugas malaikat
2. NAMA / JUDUL INOVASI PEMBELAJARAN
“Penggunaan Metode Smart Game dan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran Nama-Nama
dan Tugas-Tugas Malaikat Allah”
3. WAKTU PELAKSANAAN INOVASI PEMBELAJARAN
Model pembelajaran ini pernah
dilakukan oleh penulis pada semester II kelas IV tahun pelajaran 2008/2009
(Bulan Maret s.d. April 2009).
4. URAIAN SINGKAT TENTANG INOVASI PEMBELAJARAN
A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH DILAKSANAKAN INOVASI
PEMBELAJARAN
Pendidikan agama adalah pendidikan
yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran / kuliah pada semua jalur, jenjang
dan jenis pendidikan. (pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun
2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan)
Dalam pasal 5 ayat (7) disebutkan bahwa pendidikan
agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup
sukses.
Lebih lanjut, dalam lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa
dalam pelaksanaan kegiatan inti, pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang sesuai
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang dapat meliputi proses
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Dalam kegiatan eksplorasi, guru, antara
lain, memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara
peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya; dan
melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Dalam kegiatan
elaborasi, guru, antara lain, memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara
sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; dan memfasilitasi peserta didik
untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.
Sedangkan
dalam kegiatan konfirmasi, guru, antara lain, memberikan umpan balik positif
dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik.
Pada umumnya, siswa mengalami kesulitan dalam
menguasai kompetensi dasar tentang
beriman kepada malaikat Allah. Hal ini nampak pada belum maksimalnya kemampuan
dalam menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah.
Di sisi
lain, pembelajaran yang berpusat pada guru, suasana kelas yang kaku, media
pembelajaran yang kurang mendukung, pengorganisasian siswa yang belum optimal
dan penggunaan mono methode merupakan faktor-faktor penyebab rendahnya
hasil belajar siswa
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
model pembelajaran yang multi approach dan strategi belajar mengajar yang variatif.
Pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan berbagai kecerdasan
yang dimilikinya (Gardner menyebutnya dengan istilah multiple intelligences
(kecerdasan majemuk)).
Berdasarkan uraian tersebut, maka
permasalahan yang dihadapi guru PAI adalah bagaimana menciptakan model-model
pembelajaran yang variatif, menyenangkan, dan bermakna sehingga siswa dapat
mandiri dan mencapai ketuntasan dalam belajar. Permasalahan inilah yang
mendorong penulis untuk memodifikasi berbagai model dan teknik pembelajaran
sesuai dengan karakteristik materi, karakteristik siswa dan disesuaikan dengan
kemampuan guru.
Salah satu metode yang jarang digunakan dalam pembelajaran
PAI adalah metode smart game. Metode ini menyajikan materi pembelajaran
dengan berbagai bentuk permainan. Di samping itu, di antara model pembelajaran
inovatif yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Kedua metode ini sesuai dengan karakteristik
siswa SD, di mana siswa akan merasakan kegembiraan dalam belajar, menghilangkan
kejenuhan, sekaligus belajar berbagi dan bekerja sama dengan orang lain.
B. TUJUAN INOVASI PEMBELAJARAN
Inovasi pembelajaran ini bertujuan
untuk mengkaji bahwa metode smart game
dan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat
meningkatkan kemampuan menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah.
C. GAGASAN ATAU KONSEP INOVASI PEMBELAJARAN
1) METODE SMART GAME
Permainan (games) populer dengan berbagai sebutan, seperti ice
breaker berarti pemanasan dan energizer
berarti penyegaran.
Secara etimologi, ice breaker berarti pemecah es. Dalam pembelajaran,
istilah ini berarti pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik siswa.
Permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh
semangat dan antusiasme.
Karakteristik
permainan (games) adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
(fun) serta serius tapi santai (dapat disingkat sersan). Permainan
digunakan untuk penciptaan suasana yang semula pasif menjadi aktif, kaku
menjadi luwes, jenuh menjadi riang
(segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efektif
dan efisien dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit.
Dalam
keseharian, kita mungkin bertanya, mengapa anak-anak selalu bersemangat saat
bermain? Tidak pernah merasa lelah untuk aktivitas satu ini. Namun ketika tiba
giliran belajar, mereka cepat sekali merasa jenuh.
Dengan
bermain, siswa mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya. Karena itu, dengan
permainan, seorang guru dapat mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak
dan sekaligus dapat mengarahkannya. Dalam ajaran agama, orang tua dianjurkan
untuk sering-sering bermain dengan anak. Nabi Muhammad saw bersabda: ”Siapa
yang memiliki anak, maka hendaklah ia menjadi anak pula”. Dalam arti,
hendaklah ia memahami, menjadi sahabat dan teman bermain anaknya. Di kali lain,
Rasulullah saw bersabda: ”Siapa yang menggembirakan hati anaknya, ia
bagaikan memerdekakan hamba sahaya. Siapa yang bergurau untuk menyenangkan
hatinya, maka ia bagaikan menangis karena takut kepada Allah”.
Tentu
saja permainan dalam pembelajaran tidak hanya sekedar permainan atau hanya
untuk mengisi kekosongan waktu. Permainan sebaiknya dijadikan sebagai bagian
dari proses belajar. Permainan dirancang menjadi suatu aksi / kejadian yang
dialami sendiri oleh siswa kemudian dalam proses refleksi, disimpulkan untuk
mendapat hikmah yang mendalam. Inilah yang dimaksud dengan metode smart
game. Smart berarti cerdas dan game berarti permainan. Smart game
adalah permainan yang dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan kecerdasan
anak didik.
Banyak
bentuk permainan kreatif dan edukatif untuk anak. Yudha Kurniawan dalam bukunya
”Smart Games for Kids” menyebutkan 35 jenis permainan kecerdasan untuk
anak, yaitu : tepuk nama; sebanyak mungkin; mengingat aku; DOR; pulpen dan
pensil; menggambar bangun; keluarga burung; menuliskan kekuatan pribadi;
menghitung acak; acak gambar; tes tiga menit; cerita berantai; pesan berantai;
pijat palu babat; operasi angka berantai; memilih bangun; konsentrasi titik;
mengurut usia; presentasi kelompok; penjahat dan polisi; gajah, jerapah, dan
pohon kelapa; buah apel; tangan kusut;
melewati rintangan kecil; pesan dari bola; cari tempat; sentuhan suara; tebak
batu; sesuatu dari sarung; berdiri bersama-sama; gangsing hidup; kata-kata
sulit; mengangkat bersama; arah mata angin; mendengar bunyi dan mencium bau.
Dalam
hal ini, permainan yang digunakan adalah permainan tepuk malaikat.
Langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Guru
membagikan hand out “tepuk malaikat”
2.
Siswa melakukan permainan tepuk malaikat dengan bimbingan guru
3.
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok
4.
Siswa melakukan permainan tepuk malaikat antar kelompok
dengan model tanya jawab
5. Siswa melakukan
permainan tepuk malaikat bersama teman sebangku dengan model tanya jawab.
6. Refleksi dan
kesimpulan
2) PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH
Eggen dan Kauchak (1993) dalam Holil, mendefinisikan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagai
sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu
dalam mempelajari sesuatu. Oleh
karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya”.
Sementara
menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif berkenaan dengan berbagai macam
metode pembelajaran yang perwujudannya siswa bekerja dalam kelompok-kelomok
kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama di kelas,
partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain,
berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan
perbedaan pemahaman satu sama lain.
Roger
T. Johnson dan David W. Johnson mendefinisikan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar anggota tim, ada ketergantungan
saling memerlukan yang positif (menanamkan rasa kebersamaan), tanggung jawab
masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dalam belajar),
keterampilan hubungan antar individu (komunikasi, keberhasilan, kepemimpinan,
membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka menaikkan interaksi
dan pengolahan data.
Dari
pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1)
Siswa belajar dalam kelompok kecil untuk efektifitas
dalam belajar.
2)
Adanya rasa ketergantungan dalam kelompok. Keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan
anggota.
3)
Adanya tanggung jawab individu / anggota kelompok.
Kesadaran akan tanggung jawab individu sangat mendukung keberhasilan kelompok
4)
Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar
anggota dalam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat
mendorong terjadinya interaksi positif, sesama siswa dapat saling mengenal,
saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman.
5)
Siswa sebagai anggota kelompok berlatih untuk
mengevaluasi pendapat teman melalui adu argumentasi dan belajar menerima hasil
evaluasi. Pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi yang dibutuhkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pembelajaran
kooperatif mengacu pada metode pembelajaran, siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran,
yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan
keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk materi yang
agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan
hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan
teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial.
Pembelajaran
kooperatif dikenal juga dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam
belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang
bersifat interdependensi efektif di antara anggota kelompok.
Pembelajaran
kooperatif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1)
Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai
materi akademis
2)
Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa
yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi
3)
Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok
kooperatif berbeda suku, budaya dan jenis kelamin.
4)
Sistem penghargaan yang berorientasi pada kelompok
daripada individu
Teknik pembelajaran
kooperatif antara lain make a match, bertukar pasangan, numbered head
together, keliling kelompok, kancing gemerincing, dan dua tinggal dua tamu.
Beberapa
teknik pembelajaran kooperatif lainnya, yaitu Student Teams Achievement
Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT) dan Jigsaw.
Dalam
pembelajaran ini, penulis menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make a
Match. Tipe ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu
keunggulan tipe ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu
konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan, siswa yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin. Langkah-langkahnya sebagai
berikut:
1)
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan satu
bagian kartu jawaban
2)
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3)
Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang
dipegang
4)
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang
cocok dengan kartunya (soal dan jawaban)
5)
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi poin
6) Setelah satu babak
kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
Demikian seterusnya
7) Kesimpulan.
D. PELAKSANAAN INOVASI PEMBELAJARAN
Inovasi
pembelajaran ini dilaksanakan dalam 2 x pertemuan dengan pengaturan jadwal
sebagai berikut :
Pertemuan
I (Rabu, 25 Maret 2009) Nama-nama dan Tugas-Tugas Malaikat Allah
Pertemuan
II (Rabu, 1 April 2009) Nama-nama dan Tugas-Tugas Malaikat Allah
Pelaksanaan pembelajaran
merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan
a.
Appersepsi : Guru mengingatkan materi iman kepada
malaikat
b.
Motivasi : Siswa diingatkan tentang pentingnya materi ini
untuk materi selanjutnya dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dengan
menyampaikan kompetensi dasar yang hendak dicapai
c.
Pre Test : Guru mengajukan pertanyaan untuk
mengetahui pengetahuan awal tentang
materi yang akan dipelajari
2) Kegiatan Inti
a. Guru
membagikan hand out “tepuk malaikat”
b.
Siswa melakukan permainan tepuk malaikat dengan bimbingan guru
c.
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok
d.
Siswa melakukan permainan tepuk malaikat antar kelompok
dengan model tanya jawab
e.
Siswa melakukan permainan tepuk malaikat bersama teman
sebangku dengan model tanya jawab.
f.
Refleksi pembelajaran
g.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan satu
bagian kartu jawaban
h.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
i.
Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang
dipegang
j.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang
cocok dengan kartunya (soal dan jawaban)
k.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum
batas waktu diberi poin
l.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya sampai
beberapa babak.
3)
Kegiatan Penutup
a.
Siswa menyimpulkan materi pembelajaran
b.
Post Test
E. HASIL INOVASI PEMBELAJARAN (TERMASUK TANGGAPAN /
PENDAPAT PESERTA DIDIK TERHADAP INOVASI PEMBELAJARAN)
1) HASIL BELAJAR
Dari
hasil pre test dan hasil ulangan harian pada pertemuan I dan II diperoleh data
sebagai berikut:
Tabel 1
Daftar Nilai Pre Test,
UH Pertemuan I dan II
NO
|
NAMA SISWA
|
PRE TES
|
PERTEMUAN I
|
PERTEMUAN II
|
|||
SKOR
|
NILAI
|
SKOR
|
NILAI
|
SKOR
|
NILAI
|
||
1.
|
S1
|
2
|
22
|
4
|
44
|
9
|
100
|
2.
|
S2
|
4
|
44
|
9
|
100
|
9
|
100
|
3.
|
S3
|
4
|
44
|
6
|
67
|
9
|
100
|
4.
|
S4
|
4
|
44
|
3
|
33
|
2
|
22
|
5.
|
S6
|
4
|
44
|
4
|
44
|
7
|
78
|
6.
|
S7
|
3
|
33
|
7
|
78
|
9
|
100
|
7.
|
S9
|
9
|
100
|
9
|
100
|
9
|
100
|
8.
|
S12
|
1
|
11
|
9
|
100
|
9
|
100
|
9.
|
S13
|
2
|
22
|
7
|
78
|
9
|
100
|
10.
|
S14
|
9
|
100
|
9
|
100
|
9
|
100
|
11.
|
S15
|
1
|
11
|
5
|
56
|
7
|
78
|
12.
|
S19
|
3
|
33
|
9
|
100
|
7
|
78
|
13.
|
S24
|
2
|
22
|
7
|
78
|
9
|
100
|
14.
|
S25
|
5
|
56
|
4
|
44
|
9
|
100
|
15.
|
S26
|
2
|
22
|
5
|
56
|
7
|
78
|
16.
|
S27
|
2
|
22
|
5
|
56
|
9
|
100
|
17.
|
S28
|
3
|
33
|
4
|
44
|
9
|
100
|
18.
|
S29
|
4
|
44
|
9
|
100
|
7
|
78
|
19.
|
S30
|
4
|
44
|
8
|
89
|
9
|
100
|
20.
|
S31
|
2
|
22
|
9
|
100
|
9
|
100
|
21.
|
S32
|
3
|
33
|
3
|
33
|
7
|
78
|
22.
|
S33
|
2
|
22
|
9
|
100
|
7
|
78
|
23.
|
S34
|
3
|
33
|
7
|
78
|
7
|
78
|
24.
|
S35
|
3
|
33
|
4
|
44
|
7
|
78
|
25.
|
S36
|
1
|
11
|
2
|
22
|
9
|
100
|
26.
|
S37
|
1
|
11
|
7
|
78
|
9
|
100
|
27.
|
S38
|
5
|
56
|
9
|
100
|
9
|
100
|
28.
|
S40
|
1
|
11
|
9
|
100
|
9
|
100
|
29.
|
S41
|
3
|
33
|
4
|
44
|
7
|
78
|
JUMLAH
|
1016
|
2066
|
2602
|
||||
RATA-RATA
|
35.03
|
71.24
|
89.72
|
Perbandingan
dan peningkatan keberhasilan yang diperoleh pada pre test dan post test sebagai
berikut:
Tabel
2
Rekapitulasi
Persentase dan Nilai Pre Test , UH Pertemuan I dan II
NO
|
KATEGORI
|
PRE TES
|
PERTEMUAN I
|
PERTEMUAN II
|
||||||
Jml siswa
|
%
|
Rata-rata
|
Jml siswa
|
%
|
Rata-rata
|
Jml siswa
|
%
|
Rata-rata
|
||
1
|
Baik Sekali
86 – 100
|
2
|
6.90
|
35.03
|
11
|
37.93
|
71.24
|
18
|
62.07
|
89.72
|
2
|
Baik
71 – 85
|
0
|
0.00
|
5
|
17.24
|
10
|
34.48
|
|||
3
|
Cukup
56 – 70
|
2
|
6.90
|
4
|
13.80
|
0
|
0
|
|||
4
|
Kurang
41 – 55
|
6
|
20.69
|
6
|
20.69
|
0
|
0
|
|||
5
|
Sangat kurang
< 40
|
19
|
65.51
|
3
|
10.34
|
1
|
3.45
|
|||
JUMLAH
|
29
|
100
|
29
|
100
|
29
|
100
|
Dari data
tersebut, diketahui bahwa nilai rata-rata pada saat dilakukan pre test 35.03.
Artinya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran “nama-nama dan tugas-tugas
malaikat Allah” masih dalam kategori sangat kurang. Sebagian besar siswa (65.51%) mendapat nilai berkategori sangat kurang,
yakni 19 orang, kategori kurang 6 orang (20.69%), kategori cukup 2 orang
(6.90%), kategori baik 0 orang (0.00%) dan baik sekali 2 orang (6.90%).
Setelah dilakukan inovasi pembelajaran pada pertemuan I,
nilai rata-rata 71.24. Pada pertemuan ini sudah dapat tergambarkan peningkatan
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Sebagian besar siswa (37.93%) mendapat nilai
berkategori baik sekali, yakni 11 orang,
kategori baik 5 orang (17.24%), kategori cukup 4 orang (13.80%), kategori
kurang 6 orang (20.69%) dan kategori sangat kurang 3 orang (10.34%). Dari data
di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kelas berkategori baik dan
68.98% siswa mendapat nilai berkategori cukup ke atas.
Tetapi, bila dilihat dari ketuntasan
belajar siswa berdasarkan KKM (Kriteria Ketunasan Minimal) yang telah ditetapkan
yaitu 69, siswa yang telah mencapai KKM hanya 55 %. Oleh karena itu, perlu
diadakan remedial klasikal dalam pertemuan II
Setelah
dilakukan remedial klasikal, nilai rata-rata kelas pada pertemuan II naik sangat mengagumkan. Tingkat pemahaman siswa terhadap
materi sangat baik. Nilai rata-rata kelas
89.72. Sebagian besar siswa mendapat nilai berkategori baik sekali (18
orang, 62.07%), kategori baik 10 orang (34.48%), sedangkan sisanya berkategori
sangat kurang hanya 1 orang (3.45%). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa
nilai rata-rata kelas berkategori baik
sekali dan 96.55% siswa mendapat nilai berkategori cukup ke atas. 3.45% (1
orang) siswa yang yang mendapat nilai sangat kurang merupakan siswa yang belum
lancar membaca dan menulis. Dan ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa
sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Perbandingan
persentase perolehan nilai pre tes dan post test dapat digambarkan pada grafik
sebagai berikut:
![](file:///C:/Users/REIHAN%7E1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
Perbandingan dan peningkatan nilai rata-rata hasil pre
test dan post test dapat digambarkan pada grafik sebagai berikut:
![](file:///C:/Users/REIHAN%7E1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
2) RESPON SISWA
TERHADAP PEMBELAJARAN
Kesan siswa terhadap pembelajaran dapat dikelompokkan
menjadi kesan positif dan negatif. Kesan positif yaitu respon baik siswa
terhadap pembelajaran. Sedangkan kesan negatif yaitu ketidaktertarikan siswa
terhadap pembelajaran. Hasil jurnal harian siswa tersebut dapat diperoleh dari
data sebagai berikut:
Tabel 3
Kesan Siswa
terhadap Pembelajaran dengan Metode Smart Game dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match
Kategori
|
Jumlah siswa
|
Persentase
|
POSITIF
|
29
|
100
|
BIASA
|
0
|
0
|
NEGATIF
|
0
|
0
|
Dari data di atas, dapat diketahui
bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode smart game dan pembelajaran
kooperatif tipe make a match mendapatkan respon yang positif dari siswa (100
%).
Partisipasi
siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari perolehan poin pada pembelajaran
kooperatif tipe make a match.
Tabel 7
Poin Siswa pada
Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match
NO
|
NAMA SISWA
|
PEMBELAJARAN I
|
PEMBELAJARAN
II
|
||
POIN
|
%
|
POIN
|
%
|
||
1.
|
S1
|
4
|
80
|
5
|
100
|
2.
|
S2
|
5
|
100
|
5
|
100
|
3.
|
S3
|
4
|
80
|
5
|
100
|
4.
|
S4
|
5
|
100
|
4
|
80
|
5.
|
S6
|
4
|
80
|
5
|
100
|
6.
|
S7
|
5
|
100
|
5
|
100
|
7.
|
S9
|
5
|
100
|
5
|
100
|
8.
|
S12
|
4
|
80
|
5
|
100
|
9.
|
S13
|
4
|
80
|
5
|
100
|
10.
|
S14
|
4
|
80
|
5
|
100
|
11.
|
S15
|
4
|
80
|
5
|
100
|
12.
|
S19
|
5
|
100
|
5
|
100
|
13.
|
S24
|
4
|
80
|
4
|
80
|
14.
|
S25
|
5
|
100
|
5
|
100
|
15.
|
S26
|
4
|
80
|
4
|
80
|
16.
|
S27
|
5
|
100
|
5
|
100
|
17.
|
S28
|
4
|
80
|
5
|
100
|
18.
|
S29
|
4
|
80
|
5
|
100
|
19.
|
S30
|
5
|
100
|
4
|
80
|
20.
|
S31
|
5
|
100
|
5
|
100
|
21.
|
S32
|
5
|
100
|
4
|
80
|
22.
|
S33
|
5
|
100
|
5
|
100
|
23.
|
S34
|
5
|
100
|
4
|
80
|
24.
|
S35
|
5
|
100
|
5
|
100
|
25.
|
S36
|
4
|
80
|
5
|
100
|
26.
|
S37
|
5
|
100
|
5
|
100
|
27.
|
S38
|
5
|
100
|
5
|
100
|
28.
|
S40
|
4
|
80
|
5
|
100
|
29.
|
S41
|
5
|
100
|
5
|
100
|
JUMLAH
|
2640
|
2780
|
|||
RATA-RATA
|
91.03
|
95.86
|
Data di atas
dapat dikonversikan dalam grafik sebagai berikut:
![](file:///C:/Users/REIHAN%7E1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
Grafik
4. Rata-rata Poin Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif Make a Match
Dari poin rata-rata siswa pada
pembelajaran kooperatif tipe make a match di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi
siswa dalam pembelajaran sangat tinggi. Pada pertemuan I rata-rata poin
91.03 naik menjadi 95.86 pada pertemuan II.
F. MASALAH YANG
DIHADAPI DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
Beberapa
kelemahan dan kesulitan yang ditemukan pada pertemuan I ini adalah:
1.
Dalam model
pembelajaran make match, beberapa siswa masih belum memahami aturan
permainan sehingga ditemukan beberapa siswa yang mencari pasangan yang sama
(soal-soal, jawaban-jawaban). Tetapi
dengan penjelasan secara ringkas, kesulitan ini dapat segera dipahami siswa.
2.
Pembelajaran make a match membutuhkan kemampuan
hafalan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah. Setelah melakukan
pembelajaran dengan metode smart game dengan permainan tepuk malaikat,
ditemukan beberapa siswa yang belum hafal secara sempurna sehingga berpengaruh
pada permainan make a match
3.
Ditemukan beberapa kesalahan dalam pembelajaran make a
match terutama dalam mencari pasangan antara tugas malaikat Izrail dan
Israfil, malaikar Raqib dan Atid, dan malaikat Ridwan dan Malik. Hal ini sebagai akibat dari hafalan siswa yang belum
sempurna.
4.
Dalam model
pembelajaran make match, beberapa siswa enggan bila mendapatkan pasangan
kartu yang berbeda jenis kelamin
5.
Dalam model pembelajaran make match, guru kurang
mempersiapkan kartu permainan, sehingga ditemukan siswa yang tidak mendapatkan
pasangan jawaban / soal.
Dari
beberapa kesulitan di atas, guru
berkesimpulan untuk melakukan perbaikan, antara lain guru perlu melakukan
pengecekan hafalan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah dengan permainan
tepuk malaikat. Perbedaan jenis kelamin juga perlu diperhatikan agar
partisipasi siswa dalam pembelajaran selanjutnya lebih maksimal. Persiapan
kartu soal dan jawaban juga perlu diperhatikan agar tidak ada siswa yang tidak
mendapatkan pasangan (soal dan jawaban).
Tidak ada kendala berarti dalam
pertemuan II. Hanya beberapa siswa masih ditemukan kesalahan dalam pembelajaran
make a match terutama dalam mencari pasangan antara tugas malaikat
Izrail dan Israfil, malaikar Raqib dan Atid, dan malaikat Ridwan dan Malik.
Tetapi dapat diatasi dengan bimbingan guru dalam pembelajaran make a match.
Dalam
pertemuan ini, sudah tidak ditemukan lagi adanya keengganan siswa yang
mendapatkan pasangan dengan perbedaan jenis kelamin. Guru juga sudah
mempersiapkan kartu permainan make a macth dengan lebih sempurna
sehingga memungkinkan siswa mendapatkan pasangan (nama dan tugas malaikat).
Hanya saja ditemukan jumlah siswa yang ganjil sehingga dimungkinkan adanya
siswa yang tidak mendapatkan pasangan. Juga
ada beberapa siswa yang mendapatkan kartu yang sama dalam babak
berikutnya.
Permainan
make a match sebaiknya dilakukan dalam 5 babak sehingga siswa belajar
lebih maksimal.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa penggunaan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a
match dapat meningkatkan kemampuan
menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan perolehan nilai
dari pre tes sampai pertemuan II secara signifikan.
Respon
siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a
match menunjukkan respon positif.
Partisipasi siswa dalam pembelajaran juga sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar
Holil, Model Pembelajaran Kooperatif, www.anwarholil.blogspot.com,
didownload pada 26 Januari 2009
Ariany
Syurfah, 2007, Multipple Intelligences for Islamic Teaching, Bandung :
Syamil Publishing
Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP
Departemen Pendidikan Nasional,
2006, Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Sandar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar Sekolah Dasar / Madrasah
Ibtidaiyah, Jakarta : bp Pustaka Candra
Departemen Pendidikan Nasional,
Konsep PAKEM, www.akhmadsudrajat.wordpress.com,
didownload pada 20 Desember 2008
Ina Karlina, S.Pd, Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning) Sebagai Salah Satu Strategi Membangun
Pengetahuan Siswa, www.google.co.id, didownload pada 26
Januari 2009
M. Quraish Shihab, Lentera
Hati, Bandung; Mizan, 1996, Cet. VI, h.
Masoffa, Perbedaan
Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional, www.masoffa.wordpress.com,
didownload pada 26 Januari 2009
Maulia
D. Kembara, M. Pd, Panduan Lengkap
Home Schooling, Bandung: Proggressio, 2007, h. 18
Rahmat
Aziz, M.Si, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif dan Kompetitif dalam
Mengembangkan Kreatifitas, www.azirahma.blogspot.com, didownload pada
26 Januari 2009
Slavin, Robert E, Cooperative Learning, Teori, Riset dan
Praktik, Terj : Nurulita, Bandung: Nusa media, 2008, Cet. III
Suharsimi Arikunto, Prof.,
Suhardjono, Prof., Supardi, Prof., 2008,
Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. VI
Tarmizi,
Pembelajaran Kooperatif “Make a Match”, www.tarmizi.wordpress.com,
didownload pada 26 Januari 2009
Tim Ipotes, Metode
Pembelajaran Kooperatif, www.ipotes.wordpress.com, didownload pada
26 Januari 2009
Tim
Learning With Me, Pembelajaran, www.learning-with-me.blogspot.com,
didownload pada 26 Januari 2009
Tim
Pembelajaran Guru, Inovasi Pembelajaran MIPA di Sekolah dan Alternatif
Implementasinya – Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif). www.pembelajaranguru.wordpress.com,
didownload pada 26 Januari 2009
Yahya
Nursidik, Kumpulan Metode Pembelajaran,
www.apadefinisinya.blogspot.com,
didownload pada 26 Januari 2009
Yudha Kurniawan, SP, Smart
Games for Kids, Jakarta : Wahyu media, 2008, Cet. II
terimakasih, bermanfaat untuk referensi
BalasHapusalhamdlillah manfaat banget
BalasHapussemoga berkah
indahnya berbagi
terimakasih banyak... sangat bermanfaat, smga berkah ilmu nya.. aammiin
BalasHapus